SELAMAT DATANG

Kamis, 02 September 2010

Menelusuri Akar Konflik Indonesia-Malaysia Pasca Reformasi 1998


11.04 |




Sudah sering kita mendengar, membaca dan menyaksikan di media belakangan ini mengenai hubungan Indonesia dan Malaysia yang mulai memanas lagi akibat penangkapan 3 orang petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh Polis Marin Malaysia. Hubungan dua negara ini bagaikan hubungan abang adik atau suami istri yang kadang-kadang rukun, kadang-kadang ribut satu sama lain. Hubungan ini bagaikan demam panas dingin kata seorang kenalan saya yang bekerja di KBRI Kuala Lumpur.
Pasca konfrontasi tahun 60-an lalu sebetulnya hubungan Indonesia-Malaysia sudah mulai membaik. Hubungan ini makin membaik dengan terbentuknya kerjasama dalam ASEAN. Namun setelah terjadinya krisis ekonomi 1997-1998, saya melihat hubungan antara kedua negara berjiran ini mulai ada gesekan. Malaysia yang merasa tingkat perekonomiannya lebih baik dianggap begitu angkuh dan sombong oleh sebahagiaan rakyat Indonesia. Sebaliknya sebahagian rakyat Malaysia memandang remeh Indonesia karena banyaknya rakyat indonesia yang berpendidikan dan berskill rendah pergi mencari makan di Malaysia dsebagai TKI. Selain itu sebahagian rakyat Malaysia yang belum pernah pergi ke Indonesia menganggap Indonesia ini negara yang penuh dengan demonstrasi dan kerusuhan.
Anda semua tentu ingin tahu apa sebetulnya latar belakang yang membuat hubungan Indonesia-Malaysia menjadi demikian, padahal dulu ketika pemerintahan Pak Harto kedua negara boleh dikatakan tidak begitu heboh. Sebagai orang yang pernah tinggal di Malaysia dulu saya pernah menanyakan latar belakang dan penyebab mulai memanas lagi hubungan Indonesia-Malaysia. Jawaban yang saya terima berbeda-beda, ada yang menyalahkan TKI yg suka berbuat seenaknya di negara orang, ada juga yang menyalahkan pemerintah Indonesia yang tidak becus mengurus rakyat. Akhirnya saya menemukan jawaban yang tepat dari orang-orang yang dekat dengan tokoh oposisi.
Akar konflik ini sebenarnya bermula pada waktu reformasi tahun 1998, krisis ekonomi juga telah membuat pemerintahan perdana menteri Dr.Mahathir Muhammad ikut panik dengan kejadian demonstrasi besar-besaran yang melanda Indonesia pada masa itu. Mahathir berharap agar kerusuhan yang melanda Indonesia tidak menular ke Malaysia. Maka media massa sebagai corong pemerintah Malaysia mulai menyiarkan berita-berita yang tidak benar tentang Indonesia. Media Malaysia mulai menjalankan propagandanya dengan hanya memberitakan hal-hal jelek tentang Indonesia agar rakyat Malaysia takut untuk mengkritisi pemerintahnya. Berita yg ditampilkan kalau bukan demonstrasi yang rusuh, konflik bersenjata, atau menampilkan berita dengan latar belakang pemukiman kumuh di Jakarta. Seolah-olah pemerintah Malaysia ingin mengatakan jangan tiru perbuatan rakyat Indonesia, kalian lihat sendiri hasilnya di media kita. Jarang sekali saya membaca berita-berita baik di media utama Malaysia tentang Indonesia kecuali tentang gosip dan konser artis Indonesia di Malaysia.
Bagi rakyat Malaysia yang tidak mengenal Indonesia atau yang belum pernah ke Indonesia, propaganda media ini termakan oleh mereka, terutama sekali oleh mereka yang tidak tahu akar budaya dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Kebanyakan mereka inilah yang menganggap remeh Indonesia. Selain propaganda media, kedatangan banyak TKI ke Malaysia setelah krisis ekonomi turut memperkuat pandangan jelek mereka terhadap Indonesia yang digambarkan miskin dan banyak kerusuhan. Sebagaimana kita ketahui TKI yang datang ke Malaysia umumnya berpendidikan rendah, skill rendah, berasal dari kampung. TKI yang umumnya bekerja sebagai kuli bangunan, pembantu rumah, dan cleaning service inilah menjadi gambaran umum tentang orang Indonesia bagi sebahagian rakyat Malaysia yang tidak mengenal Indonesia.
Padahal tidak demikian hanya sebagaimana yang saya baca di media, jumlah orang kaya di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Malaysia. Dengan jumlah penduduk Malaysia berjumlah 27 juta jiwa dan penduduk Indonesia 240 juta jiwa, wajar saja kalau angka kemiskinan Indonesia juga lebih besar daripada Malaysia. Karena pemerintah Indonesia masih belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat miskin inilah maka banyak diantara mereka mengadu nasib ke Malaysia yang taraf perekonomiannya lebih baik dari Indonesia. TKI memerlukan pekerjaan di Malaysia untuk meningkatkan taraf perekonomian mereka, sebaliknya Malaysia juga memerlukan TKI dalam memajukan perekonomian mereka.
Parahnya lagi, dengan keterbukaan dan kebebasan menyampaikan pendapat di Indonesia pasca reformasi tahun 1998, media di Indonesia mempunyai peranan yang sangat besar dalam memanas-manasi hubungan kedua negara melalui berita yang saya nilai provokatif. Kayaknya mereka berprinsip biar orang berantam asalkan berita mereka menghasilkan duit banyak. Provokasi media inilah yang sering memanasi sebahagian rakyat Indonesia untuk membenci Malaysia. Apakah mereka sadar bahwa ada 3 juta rakyat Indonesia yang bekerja di Malaysia merasa tidak nyaman dengan pemberitaan mereka yang provokatif di Indonesia? Kalau yang 3 juta ini diusir keluar dari Malaysia apakah pemerintah Indonesia sanggup menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka?
Apakah patut kita menyalahkan seluruh rakyat Malaysia atas kebijakan pemerintah mereka yang keliru. Anda harus tahu banyak rakyat Malaysia yang masih menghargai Indonesia dan tidak suka dengan hal-hal yang terjadi saat ini. Mereka masih menghargai Indonesia sebagai saudara serumpun dan menginginkan hubungan kedua negara tetap terjalin dengan baik. Kalaupun banyak kebijakan pemerintah Malaysia yang merugikan Indonesia, kita minta pemerintah Indonesia harus tegas dalam menyelesaikannya dengan tuntas. Hubungan kedua negara berjiran ini tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan setengah hati. Negara lain akan menghormati kita jika pemerintah kita tegas dan berwibawa, bukan lamban dan ragu dalam mengambil keputusan.
Saya dan beberapa kawan dari Malaysia mengkhawatirkan kalau sampai konflik Indonesia-Malaysia berakhir dengan peperangan maka nasib kita akan sama dengan negara Irak dan Afghanistan. Indonesia dan Malaysia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, boleh jadi ada pihak-pihak ketiga yang ingin mengambil keuntungan dengan mengadu domba kedua negara ini sebagaimana ketika Irak menyerang Kuwait dulu dimana akhirnya Amerika Serikat dan sekutunya menguasai sumber minyak di kedua negara. Kita perlu waspada dengan kemungkinan ini. Oleh karena itu saya berharap kita di dapat mememahami permasalahan ini, jangan karena pemahaman nasionalisme yang sempit akan merugikan masa depan bangsa dan negara kita nanti. Diplomasi adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan pertikaian. Dengan berdiplomasi bukan berarti kita bangsa yang penakut. Semoga pemerintah kedua negara dapat menyelesaikan permasalahan mereka dengan bijaksana.


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar